Senin, 17 Desember 2012
Subject: Kata-Kata Bijak Para TOP CEO Dunia
----- Original Message -----
From: "Yoki" <hr.batam@yeakin.com.sg>
Sent: Wednesday, June 29, 2005 12:15 AM
Subject: Kata-Kata Bijak Para TOP CEO Dunia
Takut akan kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak mencoba
sesuatu.
Kepemimpinan adalah Anda sendiri dan apa yang Anda lakukan.
Frederick Smith,
Pendiri Federal Express
**************************
Kejujuran adalah batu penjuru dari segala kesuksesan,
Pengakuan adalah motivasi terkuat.
Bahkan kritik dapat membangun rasa percaya diri saat "disisipkan" diantara
pujian.
May Kay Ash,
Pendiri Kosmetik Mary Kay
**************************
Jika Anda dapat memimpikannya, Anda dapat melakukannnya.
Ingatlah, semua ini diawali dengan seekor tikus,
Tanpa inspirasi.... kita akan binasa.
Walt Disney,
Pendiri Walt Disney Corporation
**************************
Uang merupakan hamba yang sangat baik, tetapi tuan yang sangat buruk.
P.T. Barnum,
Anggota Pendiri Sirkus Barnum & Bailey
**************************
Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan
beberapa orang,
namun informasi di tangan orang banyak.
John Naisbitt,
Pemimpin Umum Naisbitt Group
**************************
Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat.
Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras.
Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan
kesiapan.
Thomas A. Edison,
Penemu dan Pediri Edison Electric Light Company
**************************
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka;
namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu
lama
hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka.
Alexander Graham Bell,
Penemu dan Mantan Presiden National Geographic Society
**************************
Jangan biarkan jati diri menyatu dengan pekerjaan Anda.
Jika pekerjaan Anda lenyap, jati diri Anda tidak akan pernah hilang.
Gordon Van Sauter,
Mantan Presiden CBS News
**************************
Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang,
kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda
baca.
Charles "Tremendeous" Jones,
Presiden Life Management Services, Inc.
**************************
Yang terpenting dalam Olimpiade bukanlah kemenangan, tetapi keikutsertaan
...
Yang terpenting dari kehidupan bukanlah kemenangan namun bagaimana
bertanding dengan baik.
Baron Pierre de Coubertin,
Pendiri & Presiden pertama Komite Olimpiade International
**************************
Kebahagiaan biasanya merupakan hasil dari sebuah pengorbanan.
Sebelum tidur, bertanyalah, kebaikan apa yang sudah kulakukan hari ini ?
From: "Yoki" <hr.batam@yeakin.com.sg>
Sent: Wednesday, June 29, 2005 12:15 AM
Subject: Kata-Kata Bijak Para TOP CEO Dunia
Takut akan kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak mencoba
sesuatu.
Kepemimpinan adalah Anda sendiri dan apa yang Anda lakukan.
Frederick Smith,
Pendiri Federal Express
**************************
Kejujuran adalah batu penjuru dari segala kesuksesan,
Pengakuan adalah motivasi terkuat.
Bahkan kritik dapat membangun rasa percaya diri saat "disisipkan" diantara
pujian.
May Kay Ash,
Pendiri Kosmetik Mary Kay
**************************
Jika Anda dapat memimpikannya, Anda dapat melakukannnya.
Ingatlah, semua ini diawali dengan seekor tikus,
Tanpa inspirasi.... kita akan binasa.
Walt Disney,
Pendiri Walt Disney Corporation
**************************
Uang merupakan hamba yang sangat baik, tetapi tuan yang sangat buruk.
P.T. Barnum,
Anggota Pendiri Sirkus Barnum & Bailey
**************************
Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan
beberapa orang,
namun informasi di tangan orang banyak.
John Naisbitt,
Pemimpin Umum Naisbitt Group
**************************
Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat.
Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras.
Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan
kesiapan.
Thomas A. Edison,
Penemu dan Pediri Edison Electric Light Company
**************************
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka;
namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu
lama
hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka.
Alexander Graham Bell,
Penemu dan Mantan Presiden National Geographic Society
**************************
Jangan biarkan jati diri menyatu dengan pekerjaan Anda.
Jika pekerjaan Anda lenyap, jati diri Anda tidak akan pernah hilang.
Gordon Van Sauter,
Mantan Presiden CBS News
**************************
Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang,
kecuali dua hal : orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda
baca.
Charles "Tremendeous" Jones,
Presiden Life Management Services, Inc.
**************************
Yang terpenting dalam Olimpiade bukanlah kemenangan, tetapi keikutsertaan
...
Yang terpenting dari kehidupan bukanlah kemenangan namun bagaimana
bertanding dengan baik.
Baron Pierre de Coubertin,
Pendiri & Presiden pertama Komite Olimpiade International
**************************
Kebahagiaan biasanya merupakan hasil dari sebuah pengorbanan.
Sebelum tidur, bertanyalah, kebaikan apa yang sudah kulakukan hari ini ?
Minggu, 16 Desember 2012
Dasar Pandangan Agama Buddha oleh Venerable S. Dhammika.
Dasar Pandangan Agama Buddha
oleh Venerable S. Dhammika.
Berisi penjelasan cukup detil mengenai pandangan dan ajaran dari agama Buddha.
[Penjelasan sangat bagus]
Jangan lupa like dan share
Sebelumnya klik: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10150896748931805&set=a.10150896521021805.396774.300530356804&type=3
K A R M A
26. Telah disebutkan di depan, bahwa setelah mati, kita akan lahir kembali di salah satu dari enam alam kehidupan. Lalu, keadaan-keadaan bagaimanakah yang mensyaratkan kelahiran di masing-masing alam itu? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut; marilah kita lihat pandangan agama Buddha tentang penyebab semua keadaan umumnya terjadi. Sebagian masyarakat akan menyandarkan jawaban atas segala keadaan yang terjadi, baik atau buruk, kepada Tuhan. Namun agama Buddha menyangkal ciri ketuhanan seperti itu; lalu bagaimana menerangkan kehidupan alam-semesta yang demikian dinamis, alam-semesta yang selalu penuh pergolakan, interaksi dan kejadian-kejadian? Agama Buddha, seperti halnya ilmu pengetahuan, mengajarkan sebab-musabab yang alami. Menurut agama Buddha, semua fenomena di alam-semesta ini bekerja menurut salah satu dasar lima hukum alam (niyama).1 Hukum-hukum fisika (utu niyama) mengatur keberaturan fisik anorganik, mengatur temperatur didih air, kecepatan cahaya, siklus musim, dan sebagainya. Hukum-hukum biologis (bija niyama) mengatur pertumbuhan, reproduksi, hukum genetika/penurunan sifat dan semua aspek makhluk hidup. Hukum-hukum psikologik (citta niyama) mengatur fungsi-fungsi kesadaran serta fenomena ekstrasensorik seperti telepati, kewaskitaan (Inggeris: clairvoyance) dan sebagainya. Dibawah hukum-hukum semesta (dhamma niyama) bekerja hukum gaya-berat, termodinamik dan segala fenomena semacamnya diseluruh alam-semesta ini. Namun hukum yang sangat menarik adalah hukum karma (kamma niyama). Selama berabad-abad, doktrin agama Buddha tentang karma (Pali: Kamma), telah sering disalah-artikan sebagai paham deterministik/takdir. Saat ini pun, masih sering didengar diantara orang-orang, rohaniawan Buddhis sekalipun, yang mengatakan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak kamma. Karenanya, banyak tafsiran tentang kamma yang agak janggal bila dibandingkan dengan ajaran Sang Buddha sendiri. Hal ini disebabkan karena pada umumnya, doktrin kamma yang diajarkan saat ini tidak berdasarkan ajaran Sang Buddha langsung, tapi berdasarkan kepustakaan komentar, yang sebagian besar diantaranya ditulis ribuan tahun setelah era Sang Buddha. Kita akan mencoba menelusuri doktrin kamma, seperti apa yang digambarkan oleh Sang Buddha dalam bentuk pemahaman moderen yang sederhana.
27. Istilah ‘kamma‘ berarti tindakan (Inggeris: action) serta mengacu pada kehendak (cetana) pikiran, ucapan dan tindakan jasmani kita. Sang Buddha bersabda:
"Saya katakan, kehendak adalah kamma, karena didahului oleh kehendak seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran."2
Istilah ‘vipaka‘ berarti hasil atau dampak serta mengacu pada hasil tindakan berdasar kehendak kita. Dengan demikian, menolong seseorang (suatu kamma) akan menghasilkan persahabatan baru yang baik (suatu vipaka). Pula sebaliknya, berdusta (suatu kamma) berakibat ketahuan dan oleh karenanya dipermalu dan dimaki (suatu vipaka). Tentunya, kehendak untuk berbuat sesuatu (belum dilaksanakan) berbeda dari bila telah dilaksanakan, walau keduanya akan berdampak, yang pertama (kehendak saja) lebih ringan dari kedua (telah melaksanakannya). Setiap kali kita dengan sengaja berpikir, berkata dan bertindak, maka jelas telah terjadi perubahan pada kesadaran kita. Dengan demikian, tipe manusia bagaimana kita saat ini tergantung dari timbunan perbuatan yang telah dilakukan masa-masa sebelumnya, demikian pula apa yang kita lakukan sekarang akan membentuk watak kita di hari kemudian.
Kita adalah apa yang telah kita perbuat.
Apa yang akan kita perbuat adalah demikian kita akan jadinya.
Watak kita saat ini dibentuk dan dipengaruhi oleh hubungan kita dengan sesama kita, reaksi kita pada berbagai situasi, yang kemudian pada gilirannya menentukan berbahagia atau tidaknya kita sendiri. Sang Buddha mengatakan, sebagai berikut:
"Semua makhluk adalah pemilik kamma-nya sendiri, pewaris kamma-nya, kamma-nya adalah kandungan yang melahirkannya, dengan kamma-nya dia berhubungan, kamma-nya adalah pelindungnya. Apapun kamma-nya, baik atau buruk, mereka akan mewarisinya."3
28. Dengan demikian adalah penting untuk membedakan pengerttian antara faktor-faktor penentu (Inggeris: determining factors) dari faktor-faktor prasyarat (Inggeris: conditioning factors). Bila dikatakan, bahwa keadaan kita kini hanya ditentukan oleh tindak-tanduk kita sebelumnya dan keadaan masa mendatang ditentukan hanya oleh tindak-tanduk saat ini, berarti seluruh kehidupan telah diputuskan dan ditentukan sebelumnya; kita tidak bebas lagi untuk berprakarsa dan merubah segalanya. Namun, kamma tidaklah memutuskan keberadaan kita. Tindak-tanduk kita masa lampau turut menentukan saat sekarang, lalu tindak-tanduk saat sekarang turut menentukan masa depan, dengan kata lain tindak-tanduk mempengaruhi dalam derajat yang besar atau kecil. Dengan demikian masih ada kesempatan untuk melatih kemauan dan berusaha berubah. Hukum kamma, dengan demikian, lebih berarti suatu kecenderungan, bukan sekadar suatu konsekwensi yang tak dapat diubah dan dielakkan. Ajaran Buddha tidak mengajarkan paham “takdir” (niyativada), juga tidak mengajarkan paham “bebas kehendak” (attakiriyavada), tapi suatu ‘kehendak-berprasyarat’ (Inggeris: conditioned).
Hukum kamma turut (menjadi prasyarat) dalam menentukan tiga hal apakah kita terlahir kembali atau tidak, di alam mana kita akan terlahir, dan pengalaman bagaimana yang akan dialami di kehidupan yang akan datang tersebut. Kita akan menelusurinya satu persatu.
29. Menurut Sang Buddha, tindak-tanduk manusia-biasa pada dasarnya bercirikan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kegelapan-batin (moha), atau seperti sering disebutkan oleh Sang Buddha, semuanya berakar pada ketidaktahuan (avijja) dan keinginan-rendah (tanha). Tindakan baik pun bila dijejaki kadang-kadang masih terwarnai oleh kekotoran batin tersebut. Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin mendasari tindakan kita sehari-hari, tapi tidak semua tindakan itu akan berbuah akibat pada kehidupan sekarang ini; daya/energi yang tidak berbuah pada kehidupan sekarang ini akan mendorong kita ke kehidupan baru sesudah kita mati. Sebagai analogi sehari-hari, mobil bergerak karena adanya mesin, bila mesin tiba-tiba terhenti, energi sisa tetap akan mendorong mobil sebentar, sampai mesin dapat dihidupkan kembali. Sang Buddha berkata:
"Ada tiga sumber asal dari tindakan seseorang. Apa yang tiga itu? Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin. Setiap tindakan yang dilahirkan, berasal dan timbul dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin akan berbuah, dimanapun dia terlahir kembali; dimanapun tindakan itu berbuah, dia akan mengalami hasilnya, pada kehidupan ini ataupun dikehidupan mendatang."4
Selama kita bertindak dengan didasari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin, selama itu pula kita membuat kamma, baik ataupun buruk, dan oleh karenanya kita terlahir kembali. Dengan tercapainya Pencerahan; keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin telah terkikis habis, dan dengan sendirinya walau kita tetap bertindak, kita tidak menghasilkan kamma baru lagi, dan setelah kematian kita tidak akan terlahir kembali.
30. Lebih lanjut Sang Buddha bersabda:
"Ada tiga sumber asal dari tindakan seseorang. Apa yang tiga itu? Bebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin. Setiap tindakan yang dilahirkan, berasal dan timbul dari keadaan terbebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin oleh karena keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin tiada lagi kamma terhenti, terpotong pada akarnya, seperti sisa potongan pohon palma yang tak dapat tumbuh lagi di kemudian hari."5
Kamma yang menyebabkan kita terlahir lagi, dan bila terlahir kembali, akan terlahir di salah satu dari enam alam-kehidupan. Kamma yang telah kita timbun akan menjadi prasyarat di alam mana kita akan terlahir. Semua tindakan yang dilakukan dengan sengaja mempunyai sisi etis, yang dikelompokkan atas empat tipe oleh Sang Buddha. Beliau bersabda:
"Ada empat macam kamma, yang saya telah terawangi melalui kebijaksanaan-Ku dan kupermaklumkan pada dunia. Apa yang empat itu? Yakni kamma gelap berbuah gelap, kamma terang berbuah terang, kamma terang dan gelap berbuah terang dan gelap, kamma yang tidak terang pula tidak gelap berbuah tidak terang pula tidak gelap."6
“Kamma gelap” mengacu pada perilaku yang didasari keserakahan, kemarahan, ketaksabaran dan keadaan batin negatif lainnya, kesemuanya akan berbuah kegelisahan dan kesusahan, yang disebut Sang Buddha sebagai “berbuah gelap”. “Kamma terang” mengacu pada perilaku yang didasari pada keadaan batin yang positif, seperti kebajikan, kemurahan-hati dan kejujuran, akan berbuah ketenangan dan kebahagiaan atau “berbuah terang”. “Kamma terang dan gelap” mengacu pada perilaku yang didorong oleh campuran oleh kehendak positif dan kehendak negatif, dan oleh karenanya berdampak campuran pula. “Kamma yang tidak terang, tidak pula gelap” mengacu pada perilaku yang netral, yang kemudian berbuah netral pula. Apabila kamma tertentu menonjol dalam perilaku kita sehari-hari, kita akan tertarik, pada waktu mati, kepada salah satu dari enam alam-kehidupan diatas. Sang Buddha bersabda:
"Dan apa beragam kamma itu? Adalah kamma yang akan berbuah di alam-neraka, di alam-binatang, di alam roh-lapar, di alam manusia, pula ada kamma yang berbuah di alam dewa."7
Manusia yang kejam, ganas dan penuh kebencian, dapat terlahir di alam neraka atau terlahir sebagai manusia dengan kesengsaraan seumur hidupnya. Manusia yang tujuan hidupnya hanya makan, pemuasan seks dan kesenangan duniawi serta tidak berusaha mengembangkan kecerdasan dan kebajikan, dapat terlahir sebagai binatang atau manusia yang akan mengalami kehidupan yang penuh kemalangan. Manusia yang berambisi buruk, tak pernah terpuaskan, serta terikat pada seks, alkohol dan ganja akan cenderung terlahir sebagai Roh-lapar, atau sebagai manusia yang tersiksa oleh ketidak-puasan; sedangkan mereka yang hidupnya senantiasa dipenuhi oleh rasa cemburu, dan iri-hati akan terlahir di alam Roh-cemburu atau sebagai manusia yang terikat dan tersiksa pada kecemburuannya. Mereka yang senantiasa berbahagia, tak berbuat buruk dan senantiasa mencintai mereka yang lain, akan terlahir sebagai dewa atau manusia yang senantiasa bergembira dan bahagia.
31. Namun tentunya; kita tidak akan terlahir di Alam Neraka disebabkan hanya karena berbohong sekali ataupun beberapa kali; pula kita tidak akan terlahir di Alam Surga disebabkan karena bermurah hati dari waktu ke waktu. Sang Buddha menjelaskan bahwa, perilaku tertentu yang berpengaruh kuat, menjadi kebiasaan dan menonjol di batin seseorang (atau seperti yang Beliau katakan tindakan yang “terbiasa, terikat dan sering dilaksanakan”8) yang akan menentukan kelahiran di alam-alam yang lebih rendah atau di alam-alam yang lebih tinggi. Kebanyakan manusia adalah tipe rata-rata, yakni jarang berperilaku sangat baik juga jarang berperilaku sangat buruk, lalu sisa waktu diisi dengan perilaku yang sedikit baik dan sedikit buruk, mereka ini kemungkinan juga akan terlahir sebagai manusia rata-rata pada umumnya dan akan mengalami hal yang biasa-biasa pula dalam kehidupannya. Namun, seseorang melaksanakan Dhamma secara tulus dan benar, maka besar kemungkinan baginya untuk terlahir di Alam Surga atau sebagai manusia dengan lingkungan yang baik.
32. Hal ke tiga yang turut ditentukan oleh hukum kamma adalah pengalaman yang akan dialami selama hidup kita. Sering dikatakan, bahwa apa yang dialami pada kehidupan setiap orang saat ini adalah hasil dari apa yang diperbuatnya di kehidupan sebelumnya, pula apa yang diperbuat pada kehidupan sekarang akan berbuah pada kehidupan yang akan datang. Pengertian tersebut, yakni bahwa semua yang dilakukan akan berbuah pada salah satu kehidupan mendatang (tidak pada kehidupan saat ini), ternyata salah. Sang Buddha berkata:
"Hasil dari suatu kamma ada tiga macam. Apa yang tiga itu? Yang berbuah pada kehidupan sekarang, yang berbuah pada kehidupan berikut, dan yang berbuah pada kehidupan-kehidupan yang selanjutnya."9
Seperti kenyataan yang kita alami sehari-hari, malah banyak perbuatan membawa akibat seketika atau segera. Tidak selamanya harus menunggu sampai kehidupan yang akan datang.
Salah pengertian lain tentang kamma, ialah anggapan bahwa setiap perbuatan pasti berakibat; tindakan negatif, misalnya, pasti tak terelakkan berbuah negatif. Walau Sang Sang Buddha seringkali memberi kesan seperti itu, namun Beliau juga menjelaskan bahwa akibat dari setiap perbuatan bukanlah tak terelakkan seperti itu. Beliau berkata:
"Bila seseorang berkata, bahwa hanya apa yang diperbuat itulah yang diperolehnya, maka bila hal itu benar, maka menuntut kehidupan suci tidaklah berarti – sebab tak ada kesempatan untuk mengatasi penderitaan. Tapi bila seorang berkata, bahwa bila seorang berbuat demi apa yang akan diperolehnya, lalu itulah yang diperolehnya, maka menuntut kehidupan suci adalah berarti ada kesempatan untuk menghancurkan penderitaan. Contohnya, suatu kejahatan kecil dilakukan seseorang, tindakan itu bisa berbuah pada kehidupan ini atau sama sekali tidak berbuah. Sekarang, manusia yang bagaimana, yang walau dengan kejahatan kecil sekalipun tetap akan membawanya ke neraka? Seorang yang tidak berhati-hati dalam mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya. Dia tidak mengembangkan kebijaksanaan, dia seorang yang tidak berarti, dia tidak mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya sempit dan dapat diukur. Perbuatan kecil saja dapat membawanya ke neraka. Lalu sekarang, seorang yang dengan hati-hati mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya. Dia mengembangkan kebijaksanaan, dia seorang yang berarti, dia mengembangkan dirinya sendiri, hidup tanpa batas dan tidak terukur. Bagi orang seperti ini, sebuah kejahatan kecil bisa berbuah dikehidupan ini atau tidak sama sekali. Seandainya seorang menaruh sejumput garam kedalam sebuah cawan kecil. Air tersebut tidak akan bisa diminum. Mengapa? Karena cawan itu kecil. Nah, sekarang seandainya seorang menaruh sejumput garam ke sungai Gangga. Airnya akan tetap dapat diminum. Karena banyaknya air di sungai tersebut."10
Jadi jelas, pada seorang yang watak baiknya menonjol, maka perbuatan buruk kecil yang dilakukannya hanya akan berbuah akibat yang tak berarti atau mungkin sama sekali tidak berbuah; sebaliknya pada seorang yang selama hidupnya ternodai oleh perbuatan buruk, maka perbuatan baik kecil yang dilakukannya akan terselubungi. Pula, buah dari suatu perbuatan bisa saja tidak jadi masak dan berbuah, karena terhapus atau terlarut oleh perbuatan yang lain. Sebagai contoh, seorang mencuri sesuatu, namun kemudian menyadari kekeliruannya. Dia mengembalikan barang tersebut, lalu berusaha berbuat baik dan berjanji tidak akan berbuat demikian lagi di kemudian hari. Pada keadaan seperti ini, buah hasil dari perbuatan buruk (mencuri) tersebut terhapus oleh perbuatan baiknya yang belakangan (insaf dan mengembalikan barang tersebut). Seperti disebutkan sebelumnya, hukum kamma adalah sesuatu yang menyangkut kecenderungan, bukan suatu konsekwensi yang tak dapat dirubah serta tak dapat dielakkan.
33. Namun salah pengertian yang paling umum tentang hukum kamma adalah kepercayaan bahwa setiap kejadian yang kita alami; tersandung, jatuh sakit, menang undian, terlahir tampan, semuanya adalah hasil kamma lampau semata-mata. Dengan alasan yang sangat tepat Sang Buddha menolak kepercayaan salah tersebut. Sebab bila demikian halnya, maka sia-sia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sebab keseluruhan hidup ditentukan sebelumnya. Sang Buddha bersabda:
“Ada beberapa pertapa dan kaum Brahmin, yang mempercayai dan mengajarkan bahwa apapun yang dialami seseorang, menyenangkan, menyakitkan atau netral, semua disebabkan oleh kamma lampau. Saya menemui mereka dan bertanya apakah benar mereka mengajarkan sedemikian, mereka ternyata mengiyakan, saya berkata: “Bila demikian, tuan yang terhormat, seseorang membunuh, mencuri dan berzina disebabkan kamma lampau, mereka berbohong, berfitnah, berkata kasar dan tak berharga disebabkan kamma lampau. Mereka menjadi serakah, membenci dan penuh pandangan salah disebabkan kamma lampau.” Mereka yang mendasarkan segala sesuatu pada kamma lampau sebagai unsur penentu akan kehilangan keinginan dan usaha untuk berbuat ini atau tak berbuat itu.”11
Berdasarkan pengetahuan bahwa ada lima hukum yang mengatur semesta (26), jelas bahwa kamma hanyalah salah satu dari beberapa penyebab yang menjadikan kita. Terlahir cantik, jelek, utuh atau cacat mungkin disebabkan oleh turunan (hukum Biologis), bukan semata-mata oleh perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau. Cerdas atau bodoh mungkin disebabkan karena keadaan sosial dan pengaruh orang-tua (hukum Fisika dan hukum Psikologik), bukan semata-mata oleh perbuatan baik atau buruk. Mati muda atau berumur panjang mungkin karena gabungan antara masalah gisi (hukum Biologis), lingkungan yang sehat (hukum Fisika) dan mungkin pula sikap dan pandangan hidup (hukum Psikologik), bukan semata-mata karena perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau. Menghubungkan semua yang terjadi pada kita (baik ataupun buruk) sebagai melulu akibat perbuatan masa lampau, menurut Sang Buddha, berarti menutup mata pada kaidah sebab dan akibat yang telah dibenarkan oleh pengalaman kita sendiri. Beliau bersabda:
“Sehubungan dengan itu, ada penderitaan yang ditimbulkan oleh empedu, oleh lendir, dari udara, oleh kecelakaan, oleh keadaan yang tak dapat diketahui sebelumnya, dan juga oleh hasil perbuatan lampau seperti diketahui dari pengalamanmu sendiri. Dan kenyataan bahwa penderitaan timbul dari berbagai penyebab telah diketahui dunia sebagai suatu kebenaran. Oleh karenanya pertapa dan kaum Brahmin yang berkata: “Apapun kesenangan atau penderitaan atau keadaan batin yang dialami seseorang, kesemuanya disebabkan karena masa lampau,” maka pernyataan mereka bertentangan dengan pengalaman setiap orang yang telah diakui kebenarannya oleh dunia. Oleh karenanya, Saya katakan, bahwa mereka itu salah.”12
Sang Buddha mengajar kita hukum kamma, oleh karenanya kita dapat memaklumi keadaan seperti sekarang ini, oleh karenanya kita dapat merubah diri sendiri, dan oleh karenanya kita dapat menciptakan prasyarat-prasyarat yang membantu pencapaian Nibbana.
oleh Venerable S. Dhammika.
Berisi penjelasan cukup detil mengenai pandangan dan ajaran dari agama Buddha.
[Penjelasan sangat bagus]
Jangan lupa like dan share
Sebelumnya klik: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10150896748931805&set=a.10150896521021805.396774.300530356804&type=3
K A R M A
26. Telah disebutkan di depan, bahwa setelah mati, kita akan lahir kembali di salah satu dari enam alam kehidupan. Lalu, keadaan-keadaan bagaimanakah yang mensyaratkan kelahiran di masing-masing alam itu? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut; marilah kita lihat pandangan agama Buddha tentang penyebab semua keadaan umumnya terjadi. Sebagian masyarakat akan menyandarkan jawaban atas segala keadaan yang terjadi, baik atau buruk, kepada Tuhan. Namun agama Buddha menyangkal ciri ketuhanan seperti itu; lalu bagaimana menerangkan kehidupan alam-semesta yang demikian dinamis, alam-semesta yang selalu penuh pergolakan, interaksi dan kejadian-kejadian? Agama Buddha, seperti halnya ilmu pengetahuan, mengajarkan sebab-musabab yang alami. Menurut agama Buddha, semua fenomena di alam-semesta ini bekerja menurut salah satu dasar lima hukum alam (niyama).1 Hukum-hukum fisika (utu niyama) mengatur keberaturan fisik anorganik, mengatur temperatur didih air, kecepatan cahaya, siklus musim, dan sebagainya. Hukum-hukum biologis (bija niyama) mengatur pertumbuhan, reproduksi, hukum genetika/penurunan sifat dan semua aspek makhluk hidup. Hukum-hukum psikologik (citta niyama) mengatur fungsi-fungsi kesadaran serta fenomena ekstrasensorik seperti telepati, kewaskitaan (Inggeris: clairvoyance) dan sebagainya. Dibawah hukum-hukum semesta (dhamma niyama) bekerja hukum gaya-berat, termodinamik dan segala fenomena semacamnya diseluruh alam-semesta ini. Namun hukum yang sangat menarik adalah hukum karma (kamma niyama). Selama berabad-abad, doktrin agama Buddha tentang karma (Pali: Kamma), telah sering disalah-artikan sebagai paham deterministik/takdir. Saat ini pun, masih sering didengar diantara orang-orang, rohaniawan Buddhis sekalipun, yang mengatakan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak kamma. Karenanya, banyak tafsiran tentang kamma yang agak janggal bila dibandingkan dengan ajaran Sang Buddha sendiri. Hal ini disebabkan karena pada umumnya, doktrin kamma yang diajarkan saat ini tidak berdasarkan ajaran Sang Buddha langsung, tapi berdasarkan kepustakaan komentar, yang sebagian besar diantaranya ditulis ribuan tahun setelah era Sang Buddha. Kita akan mencoba menelusuri doktrin kamma, seperti apa yang digambarkan oleh Sang Buddha dalam bentuk pemahaman moderen yang sederhana.
27. Istilah ‘kamma‘ berarti tindakan (Inggeris: action) serta mengacu pada kehendak (cetana) pikiran, ucapan dan tindakan jasmani kita. Sang Buddha bersabda:
"Saya katakan, kehendak adalah kamma, karena didahului oleh kehendak seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran."2
Istilah ‘vipaka‘ berarti hasil atau dampak serta mengacu pada hasil tindakan berdasar kehendak kita. Dengan demikian, menolong seseorang (suatu kamma) akan menghasilkan persahabatan baru yang baik (suatu vipaka). Pula sebaliknya, berdusta (suatu kamma) berakibat ketahuan dan oleh karenanya dipermalu dan dimaki (suatu vipaka). Tentunya, kehendak untuk berbuat sesuatu (belum dilaksanakan) berbeda dari bila telah dilaksanakan, walau keduanya akan berdampak, yang pertama (kehendak saja) lebih ringan dari kedua (telah melaksanakannya). Setiap kali kita dengan sengaja berpikir, berkata dan bertindak, maka jelas telah terjadi perubahan pada kesadaran kita. Dengan demikian, tipe manusia bagaimana kita saat ini tergantung dari timbunan perbuatan yang telah dilakukan masa-masa sebelumnya, demikian pula apa yang kita lakukan sekarang akan membentuk watak kita di hari kemudian.
Kita adalah apa yang telah kita perbuat.
Apa yang akan kita perbuat adalah demikian kita akan jadinya.
Watak kita saat ini dibentuk dan dipengaruhi oleh hubungan kita dengan sesama kita, reaksi kita pada berbagai situasi, yang kemudian pada gilirannya menentukan berbahagia atau tidaknya kita sendiri. Sang Buddha mengatakan, sebagai berikut:
"Semua makhluk adalah pemilik kamma-nya sendiri, pewaris kamma-nya, kamma-nya adalah kandungan yang melahirkannya, dengan kamma-nya dia berhubungan, kamma-nya adalah pelindungnya. Apapun kamma-nya, baik atau buruk, mereka akan mewarisinya."3
28. Dengan demikian adalah penting untuk membedakan pengerttian antara faktor-faktor penentu (Inggeris: determining factors) dari faktor-faktor prasyarat (Inggeris: conditioning factors). Bila dikatakan, bahwa keadaan kita kini hanya ditentukan oleh tindak-tanduk kita sebelumnya dan keadaan masa mendatang ditentukan hanya oleh tindak-tanduk saat ini, berarti seluruh kehidupan telah diputuskan dan ditentukan sebelumnya; kita tidak bebas lagi untuk berprakarsa dan merubah segalanya. Namun, kamma tidaklah memutuskan keberadaan kita. Tindak-tanduk kita masa lampau turut menentukan saat sekarang, lalu tindak-tanduk saat sekarang turut menentukan masa depan, dengan kata lain tindak-tanduk mempengaruhi dalam derajat yang besar atau kecil. Dengan demikian masih ada kesempatan untuk melatih kemauan dan berusaha berubah. Hukum kamma, dengan demikian, lebih berarti suatu kecenderungan, bukan sekadar suatu konsekwensi yang tak dapat diubah dan dielakkan. Ajaran Buddha tidak mengajarkan paham “takdir” (niyativada), juga tidak mengajarkan paham “bebas kehendak” (attakiriyavada), tapi suatu ‘kehendak-berprasyarat’ (Inggeris: conditioned).
Hukum kamma turut (menjadi prasyarat) dalam menentukan tiga hal apakah kita terlahir kembali atau tidak, di alam mana kita akan terlahir, dan pengalaman bagaimana yang akan dialami di kehidupan yang akan datang tersebut. Kita akan menelusurinya satu persatu.
29. Menurut Sang Buddha, tindak-tanduk manusia-biasa pada dasarnya bercirikan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kegelapan-batin (moha), atau seperti sering disebutkan oleh Sang Buddha, semuanya berakar pada ketidaktahuan (avijja) dan keinginan-rendah (tanha). Tindakan baik pun bila dijejaki kadang-kadang masih terwarnai oleh kekotoran batin tersebut. Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin mendasari tindakan kita sehari-hari, tapi tidak semua tindakan itu akan berbuah akibat pada kehidupan sekarang ini; daya/energi yang tidak berbuah pada kehidupan sekarang ini akan mendorong kita ke kehidupan baru sesudah kita mati. Sebagai analogi sehari-hari, mobil bergerak karena adanya mesin, bila mesin tiba-tiba terhenti, energi sisa tetap akan mendorong mobil sebentar, sampai mesin dapat dihidupkan kembali. Sang Buddha berkata:
"Ada tiga sumber asal dari tindakan seseorang. Apa yang tiga itu? Keserakahan, kebencian dan kegelapan batin. Setiap tindakan yang dilahirkan, berasal dan timbul dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin akan berbuah, dimanapun dia terlahir kembali; dimanapun tindakan itu berbuah, dia akan mengalami hasilnya, pada kehidupan ini ataupun dikehidupan mendatang."4
Selama kita bertindak dengan didasari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin, selama itu pula kita membuat kamma, baik ataupun buruk, dan oleh karenanya kita terlahir kembali. Dengan tercapainya Pencerahan; keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin telah terkikis habis, dan dengan sendirinya walau kita tetap bertindak, kita tidak menghasilkan kamma baru lagi, dan setelah kematian kita tidak akan terlahir kembali.
30. Lebih lanjut Sang Buddha bersabda:
"Ada tiga sumber asal dari tindakan seseorang. Apa yang tiga itu? Bebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin. Setiap tindakan yang dilahirkan, berasal dan timbul dari keadaan terbebas dari keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin oleh karena keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin tiada lagi kamma terhenti, terpotong pada akarnya, seperti sisa potongan pohon palma yang tak dapat tumbuh lagi di kemudian hari."5
Kamma yang menyebabkan kita terlahir lagi, dan bila terlahir kembali, akan terlahir di salah satu dari enam alam-kehidupan. Kamma yang telah kita timbun akan menjadi prasyarat di alam mana kita akan terlahir. Semua tindakan yang dilakukan dengan sengaja mempunyai sisi etis, yang dikelompokkan atas empat tipe oleh Sang Buddha. Beliau bersabda:
"Ada empat macam kamma, yang saya telah terawangi melalui kebijaksanaan-Ku dan kupermaklumkan pada dunia. Apa yang empat itu? Yakni kamma gelap berbuah gelap, kamma terang berbuah terang, kamma terang dan gelap berbuah terang dan gelap, kamma yang tidak terang pula tidak gelap berbuah tidak terang pula tidak gelap."6
“Kamma gelap” mengacu pada perilaku yang didasari keserakahan, kemarahan, ketaksabaran dan keadaan batin negatif lainnya, kesemuanya akan berbuah kegelisahan dan kesusahan, yang disebut Sang Buddha sebagai “berbuah gelap”. “Kamma terang” mengacu pada perilaku yang didasari pada keadaan batin yang positif, seperti kebajikan, kemurahan-hati dan kejujuran, akan berbuah ketenangan dan kebahagiaan atau “berbuah terang”. “Kamma terang dan gelap” mengacu pada perilaku yang didorong oleh campuran oleh kehendak positif dan kehendak negatif, dan oleh karenanya berdampak campuran pula. “Kamma yang tidak terang, tidak pula gelap” mengacu pada perilaku yang netral, yang kemudian berbuah netral pula. Apabila kamma tertentu menonjol dalam perilaku kita sehari-hari, kita akan tertarik, pada waktu mati, kepada salah satu dari enam alam-kehidupan diatas. Sang Buddha bersabda:
"Dan apa beragam kamma itu? Adalah kamma yang akan berbuah di alam-neraka, di alam-binatang, di alam roh-lapar, di alam manusia, pula ada kamma yang berbuah di alam dewa."7
Manusia yang kejam, ganas dan penuh kebencian, dapat terlahir di alam neraka atau terlahir sebagai manusia dengan kesengsaraan seumur hidupnya. Manusia yang tujuan hidupnya hanya makan, pemuasan seks dan kesenangan duniawi serta tidak berusaha mengembangkan kecerdasan dan kebajikan, dapat terlahir sebagai binatang atau manusia yang akan mengalami kehidupan yang penuh kemalangan. Manusia yang berambisi buruk, tak pernah terpuaskan, serta terikat pada seks, alkohol dan ganja akan cenderung terlahir sebagai Roh-lapar, atau sebagai manusia yang tersiksa oleh ketidak-puasan; sedangkan mereka yang hidupnya senantiasa dipenuhi oleh rasa cemburu, dan iri-hati akan terlahir di alam Roh-cemburu atau sebagai manusia yang terikat dan tersiksa pada kecemburuannya. Mereka yang senantiasa berbahagia, tak berbuat buruk dan senantiasa mencintai mereka yang lain, akan terlahir sebagai dewa atau manusia yang senantiasa bergembira dan bahagia.
31. Namun tentunya; kita tidak akan terlahir di Alam Neraka disebabkan hanya karena berbohong sekali ataupun beberapa kali; pula kita tidak akan terlahir di Alam Surga disebabkan karena bermurah hati dari waktu ke waktu. Sang Buddha menjelaskan bahwa, perilaku tertentu yang berpengaruh kuat, menjadi kebiasaan dan menonjol di batin seseorang (atau seperti yang Beliau katakan tindakan yang “terbiasa, terikat dan sering dilaksanakan”8) yang akan menentukan kelahiran di alam-alam yang lebih rendah atau di alam-alam yang lebih tinggi. Kebanyakan manusia adalah tipe rata-rata, yakni jarang berperilaku sangat baik juga jarang berperilaku sangat buruk, lalu sisa waktu diisi dengan perilaku yang sedikit baik dan sedikit buruk, mereka ini kemungkinan juga akan terlahir sebagai manusia rata-rata pada umumnya dan akan mengalami hal yang biasa-biasa pula dalam kehidupannya. Namun, seseorang melaksanakan Dhamma secara tulus dan benar, maka besar kemungkinan baginya untuk terlahir di Alam Surga atau sebagai manusia dengan lingkungan yang baik.
32. Hal ke tiga yang turut ditentukan oleh hukum kamma adalah pengalaman yang akan dialami selama hidup kita. Sering dikatakan, bahwa apa yang dialami pada kehidupan setiap orang saat ini adalah hasil dari apa yang diperbuatnya di kehidupan sebelumnya, pula apa yang diperbuat pada kehidupan sekarang akan berbuah pada kehidupan yang akan datang. Pengertian tersebut, yakni bahwa semua yang dilakukan akan berbuah pada salah satu kehidupan mendatang (tidak pada kehidupan saat ini), ternyata salah. Sang Buddha berkata:
"Hasil dari suatu kamma ada tiga macam. Apa yang tiga itu? Yang berbuah pada kehidupan sekarang, yang berbuah pada kehidupan berikut, dan yang berbuah pada kehidupan-kehidupan yang selanjutnya."9
Seperti kenyataan yang kita alami sehari-hari, malah banyak perbuatan membawa akibat seketika atau segera. Tidak selamanya harus menunggu sampai kehidupan yang akan datang.
Salah pengertian lain tentang kamma, ialah anggapan bahwa setiap perbuatan pasti berakibat; tindakan negatif, misalnya, pasti tak terelakkan berbuah negatif. Walau Sang Sang Buddha seringkali memberi kesan seperti itu, namun Beliau juga menjelaskan bahwa akibat dari setiap perbuatan bukanlah tak terelakkan seperti itu. Beliau berkata:
"Bila seseorang berkata, bahwa hanya apa yang diperbuat itulah yang diperolehnya, maka bila hal itu benar, maka menuntut kehidupan suci tidaklah berarti – sebab tak ada kesempatan untuk mengatasi penderitaan. Tapi bila seorang berkata, bahwa bila seorang berbuat demi apa yang akan diperolehnya, lalu itulah yang diperolehnya, maka menuntut kehidupan suci adalah berarti ada kesempatan untuk menghancurkan penderitaan. Contohnya, suatu kejahatan kecil dilakukan seseorang, tindakan itu bisa berbuah pada kehidupan ini atau sama sekali tidak berbuah. Sekarang, manusia yang bagaimana, yang walau dengan kejahatan kecil sekalipun tetap akan membawanya ke neraka? Seorang yang tidak berhati-hati dalam mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya. Dia tidak mengembangkan kebijaksanaan, dia seorang yang tidak berarti, dia tidak mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya sempit dan dapat diukur. Perbuatan kecil saja dapat membawanya ke neraka. Lalu sekarang, seorang yang dengan hati-hati mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya. Dia mengembangkan kebijaksanaan, dia seorang yang berarti, dia mengembangkan dirinya sendiri, hidup tanpa batas dan tidak terukur. Bagi orang seperti ini, sebuah kejahatan kecil bisa berbuah dikehidupan ini atau tidak sama sekali. Seandainya seorang menaruh sejumput garam kedalam sebuah cawan kecil. Air tersebut tidak akan bisa diminum. Mengapa? Karena cawan itu kecil. Nah, sekarang seandainya seorang menaruh sejumput garam ke sungai Gangga. Airnya akan tetap dapat diminum. Karena banyaknya air di sungai tersebut."10
Jadi jelas, pada seorang yang watak baiknya menonjol, maka perbuatan buruk kecil yang dilakukannya hanya akan berbuah akibat yang tak berarti atau mungkin sama sekali tidak berbuah; sebaliknya pada seorang yang selama hidupnya ternodai oleh perbuatan buruk, maka perbuatan baik kecil yang dilakukannya akan terselubungi. Pula, buah dari suatu perbuatan bisa saja tidak jadi masak dan berbuah, karena terhapus atau terlarut oleh perbuatan yang lain. Sebagai contoh, seorang mencuri sesuatu, namun kemudian menyadari kekeliruannya. Dia mengembalikan barang tersebut, lalu berusaha berbuat baik dan berjanji tidak akan berbuat demikian lagi di kemudian hari. Pada keadaan seperti ini, buah hasil dari perbuatan buruk (mencuri) tersebut terhapus oleh perbuatan baiknya yang belakangan (insaf dan mengembalikan barang tersebut). Seperti disebutkan sebelumnya, hukum kamma adalah sesuatu yang menyangkut kecenderungan, bukan suatu konsekwensi yang tak dapat dirubah serta tak dapat dielakkan.
33. Namun salah pengertian yang paling umum tentang hukum kamma adalah kepercayaan bahwa setiap kejadian yang kita alami; tersandung, jatuh sakit, menang undian, terlahir tampan, semuanya adalah hasil kamma lampau semata-mata. Dengan alasan yang sangat tepat Sang Buddha menolak kepercayaan salah tersebut. Sebab bila demikian halnya, maka sia-sia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sebab keseluruhan hidup ditentukan sebelumnya. Sang Buddha bersabda:
“Ada beberapa pertapa dan kaum Brahmin, yang mempercayai dan mengajarkan bahwa apapun yang dialami seseorang, menyenangkan, menyakitkan atau netral, semua disebabkan oleh kamma lampau. Saya menemui mereka dan bertanya apakah benar mereka mengajarkan sedemikian, mereka ternyata mengiyakan, saya berkata: “Bila demikian, tuan yang terhormat, seseorang membunuh, mencuri dan berzina disebabkan kamma lampau, mereka berbohong, berfitnah, berkata kasar dan tak berharga disebabkan kamma lampau. Mereka menjadi serakah, membenci dan penuh pandangan salah disebabkan kamma lampau.” Mereka yang mendasarkan segala sesuatu pada kamma lampau sebagai unsur penentu akan kehilangan keinginan dan usaha untuk berbuat ini atau tak berbuat itu.”11
Berdasarkan pengetahuan bahwa ada lima hukum yang mengatur semesta (26), jelas bahwa kamma hanyalah salah satu dari beberapa penyebab yang menjadikan kita. Terlahir cantik, jelek, utuh atau cacat mungkin disebabkan oleh turunan (hukum Biologis), bukan semata-mata oleh perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau. Cerdas atau bodoh mungkin disebabkan karena keadaan sosial dan pengaruh orang-tua (hukum Fisika dan hukum Psikologik), bukan semata-mata oleh perbuatan baik atau buruk. Mati muda atau berumur panjang mungkin karena gabungan antara masalah gisi (hukum Biologis), lingkungan yang sehat (hukum Fisika) dan mungkin pula sikap dan pandangan hidup (hukum Psikologik), bukan semata-mata karena perbuatan yang baik atau buruk di masa lampau. Menghubungkan semua yang terjadi pada kita (baik ataupun buruk) sebagai melulu akibat perbuatan masa lampau, menurut Sang Buddha, berarti menutup mata pada kaidah sebab dan akibat yang telah dibenarkan oleh pengalaman kita sendiri. Beliau bersabda:
“Sehubungan dengan itu, ada penderitaan yang ditimbulkan oleh empedu, oleh lendir, dari udara, oleh kecelakaan, oleh keadaan yang tak dapat diketahui sebelumnya, dan juga oleh hasil perbuatan lampau seperti diketahui dari pengalamanmu sendiri. Dan kenyataan bahwa penderitaan timbul dari berbagai penyebab telah diketahui dunia sebagai suatu kebenaran. Oleh karenanya pertapa dan kaum Brahmin yang berkata: “Apapun kesenangan atau penderitaan atau keadaan batin yang dialami seseorang, kesemuanya disebabkan karena masa lampau,” maka pernyataan mereka bertentangan dengan pengalaman setiap orang yang telah diakui kebenarannya oleh dunia. Oleh karenanya, Saya katakan, bahwa mereka itu salah.”12
Sang Buddha mengajar kita hukum kamma, oleh karenanya kita dapat memaklumi keadaan seperti sekarang ini, oleh karenanya kita dapat merubah diri sendiri, dan oleh karenanya kita dapat menciptakan prasyarat-prasyarat yang membantu pencapaian Nibbana.
Tai chi dari Pak Julianto - internet (Handaka)
-->
TAIJI TUI SHOU
太 极 推 手
Tai ji tui shou.
( Handaka Tania/ 陈 汉 昌 )
Tulisan dibawah ini adalah hasil kutipan2 dari apa yang saya baca dan
saya dengar, baik dari guru ataupun dari saudara2 seperguruan yang telah banyak
membimbing saya.
Berlatih Taiji dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu:
Berlatih fisik
atauTi ( 体 ),dengan berlatih jurus-jurus Taijiquan.
Berlatih penggunaan
atau Yong ( 用 ),dengan berlatih tui shou atau berhadapan saling mendorong.
Latihan Taijiquan, baik Ti maupun Yong, kedua-duanya tidak dapat tidak
harus mengikuti 13 daya atau Shi san shi ( 十 三 势 ) dan bila mengabaikan 13 daya atau shi san shi maka yang dilatih
bukanlah Taijiquan.
Shi san shi ( 十 三 势 ) adalah sebagai
berikut:
Peng, ( 棚 ) menahan serangan.
Lu (baca Li)( 捋 )mengusap mengikuti arah
tenaga lawan.
Ji (baca chi)( 挤 )mendesak dengan telapak
tangan mendorong lengan yang lain.
An ( 按 ) menekan desakan lawan.
Cai ( 采 ) menarik.
Lie ( 列 ) mengalihkan tenaga lawan dan menyerang.
Zhou ( 肘 ) menyerang dengan sikut.
Kao ( 靠 ) menyerang dengan bahu atau punggung.
Jin ( 进 ) maju.
10. Tui ( 退 ) bergerak
keblakang/mundur.
11. Gu ( 顾 ) memandang kekiri.
12. Pan/Fen ( 盼 ) memandang
kekanan.
13. Ting ( 定 ) stabil ditengah.
Banyak diantara kita yang berlatih Taijiquan atau Tui shou ( 推 手 ) tahu bahwa kita harus memperhatikan 13 Daya atau Shi san shi tetapi
banyak juga yang tidak mengerti. Meskipun kita berlatih 13 Daya dengan rajin
dan penuh perhatian tetapi masih saja ada yang hanya bisa memainkan Ti ( 体 ) tetapi tidak menguasainya, atau berlatih
tui shou tapi tidak mengerti Yong ( 用 )。
Berikut dibawah ini kita lihat sedikit cuplikan yang memberi petunjuk
bagaimana mengembangkan Shi san shi ( 十 三 势 ) sebagai tehnik menyerang dalam Tai ji tui shou:
太 极 推 手 技 击 中 各 种 技 术
Tai ji tui shou ji ji zhong ge zhong ji shu.
Tiap tehnik menyerang dalam Tai ji tui shou.
Zhan Lian Nian Sui (
粘 涟 黏 随 )
Menempel
terusmenerus secara berantai dan melekat terus mengikuti.
Begitu menyentuh
langsung melekat menjadi suatu rangkaian dan selalu mengikuti.
Bu diu bu ding. ( 不 丢 不 顶 )
Tidak melepaskan dan
juga tidak melawan gempuran lawan.
Wu guo bu ji ( 无 过 不 及 )
Jangan kelebihan dan
jangan kekurangan.
Sui qu jiu shen ( 随 屈 就 伸 )
Mengikuti lekukan
adalah merentangkan, merentangkan adalah melengkungkan.
Melatih Shi san shi
dengan menerapkan keempat petunjuk diatas masih belumlah lengkap bila kita
tidak melatih Gaya tenaga/ kekuatan yang cerdik yang dalam Tai ji quan biasa
disebut Qiao jing ( 巧 劲 )。 Bila kita tidak dapat menggunakan Qiao jing
maka Shi san shi tidaklah dapat kita gunakan secara effective.
Bagaimanakah kita
berlatih Qiao jing ?
Berlatih Qiao jing
adalah melatih kesadaran karena dengan kesadaran yang baik maka kepekaan
rasapun dapat diperoleh.
Melatih kesadaran
sebenarnya adalah suatu latihan spiritual atau Xiu Lian ( 修 炼 ). Kata xiu lian
adalah singkatan dari xiu xin lian xing ( 修 心 炼 性 ) yang berarti melatih
pikiran memurnikan watak sejati. Kali ini saya tidak akan membahas mengenai Xiu
lian karena hal tersebut sudah saya tulis khusus mengenai Xiu Lian. Saya hanya
ingin memperlihatkan bahwa berlatih Tai ji sebagai seni bela-diri dan berlatih
Tai ji sebagai latihan spiritual atau sebagai meditasi gerak sebenarnya adalah
satu jalan, yaitu melatih kesadaran dan tingkat tertingginya adalah tingkat
Kesadaran yang Agung atau Pencerahan yang Agung. Berlatih Tai ji berarti kita
belajar memahami hukum Alam dan manunggal dengan Alam Semesta.
巧 劲 (Qiao Jing )
Kita kembali pada
Qiao jing. Dalam Tai ji quan, Jing/daya atau
kekuatan ( 劲 ) dibagi menjadi beberapa
macam jing diantarannya sebagai berikut :
Zhan jing ( 粘 劲 ) – Tenaga melekat/menempel.
Jie jing ( 借 劲 ) – Tenaga meminjam/meminjam tenaga.
Yin jing ( 引 劲 ) – Mengarahkan pusat tenaga.
Hua jing ( 化 劲 ) – Merubah/menghancurkan tenaga.
Ting jing ( 听 劲 ) – Tenaga dengar.
Di jing ( 提 劲 ) – Tenaga mengangkat.
Fang jing ( 放 劲 ) – Melepaskan kekuatan.
Jie jing ( 截 劲 ) – Tenaga memotong.
Ru jing ( 入 劲 ) – Tenaga menembus.
Zuan jing ( 钻 劲 ) – Tenaga mengebor.
Dou shou ( 抖 手 ) – Tenaga menggetarkan.
Fa jing ( 发 劲 ) – Tembakan tenaga.
Dan lain-lain.
1. Zhan jing ( 粘 劲 ) Tenaga menempel.
Tempel lengan lawan
dengan ringan sambil mengikuti gerak lawan maju mundur, kekiri atau kekanan dan
jangan sampai terlepas sambil menunggu mencari kesempatan untuk menyerang atau
sui ji ying bian ( 随 机 应 变 ). Sambil mengikuti
gerak/perubahan lawan mencari kesempatan untuk menyerang.
Harus ingat akan
tuntunan dibawah ini:
Bu kang bu ding ( 不 抗 不 顶 )。 Tidak menentang tidak
menolak.
Ren zou wo xing ( 人 走 我 行 )。 Orang bergerak saya ikuti.
Sui ji jiu shen ( 随 屈 就 伸 )。Mengikuti lekukan adalah
merentangkan merentangkan adalah melengkungkan.
She ji cong ren ( 舍 己 从 人 )。Dengan bebas mengikuti
gerak lawan.
Jie jing ( 借 劲 ) Meminjam tenaga lawan.
Dorongan atau
tarikan lawan kebelakang, kemuka, kekiri,
kekanan, keatas dan
kebawah kita gunakan tenaganya
untuk menguasainya.
Yin jing ( 引 劲 )
Mengarahkan/menghancurkan pusat tenaga lawan. Yaitu dengan gerak atau
langkah hingga pusat tenaga lawan tergeser atau gunakan tenaga kosong isi untuk
memancing agar pusat tenaga lawan hancur.
4. Hua jing ( 化 劲 ) Merubah/menghancurkan
tenaga lawan.
Dalam hal ini kita
menghancurkan kekuatan lawan dengan menggunakan tenaga yang disebut berubah
sambil memilin atau berputar, biasa disebut Ning Hua ( 拧 化 )。 Putaran lengan dan tubuh yang lembut dan lentur, maju mundur, kekiri kekanan
dan stabil ditengah, hingga kekuatan/pukulan lawan jatuh ketempat yang kosong.
Jin tui gu fen/pan ding ( 进 退 顾 盼 定 )。
5. Ting jing ( 听 劲 ) Tenaga mendengar.
Dengan setuhan pada
lengan kita “mendengar” atau merasakan kekuatan lawan, perubahan gerak lawan
dan segera dengan kepekaan rasa kita memahami dapat menguasainya. Zhi er bi
rang( 知 而 避 让 )Memahami dan menghindar.
6. Ti jing ( 提 劲 ) Tenaga mengangkat.
Ketika lengan saya
menempel pada lengan lawan dan dengan kekuatan membalikan tangannya keatas maka
kitapun mengikutinya dan mengangkatnya hingga tumitnya terangkat.
Fang jing ( 放 劲 ) Melepaskan
kekuatan.
Ketika tubuh lawan
tidak stabil dengan mengikuti arahnya lepaskan kekuatan kita maka dengan
sedikit tenaga lawan akan terlempar.
Jie jing ( 截 劲 ) Tenaga memotong.
Waktu menghadapi
serangan lawan dan kita tidak mempunyai waktu untuk berubah/hua maka kita dapat
menggunakan cara memotong tenaga lawan untuk membuat lawan terpental.
Ru jing ( 入 劲 ) Tenaga menembus.
Waktu tangan
menyentuh lawan, qi ( 气 ) tenggelam di
Tantien, Qi chen dan dian ( 气 沉 丹 田 ),tenaga berasa dari kaki dan dengan sekali gentakan tangan maka jing ( 劲 ) menembus kedalam tubuh lawan hingga
terluka parah.
Zuan jing ( 钻 经) Tenaga mengebor.
Serangan atau
pukulan yang menyrupai uliran bor.
Dou shou ( 抖 手 ) Tenaga
menggetarkan.
Waktu lawan
menyerang dari belakang dan tidak ada waktu untuk berbalik maka dengan
getaran/goyangan badan kita membuat lawan terpental.
Fa jing ( 发 劲 ) Tembakan tenaga.
Himpunlah jing ( 劲 ) bagai menarik busur, lepaskan seperti
melepaskan anak panah. Xu jing ru zhang gong, fa jing ru fang jian ( 蓄 劲 如 张 弓,发 劲 如 放 简 )。
Jing ( 劲 ) berasal dari telapak
kaki pada titik Yong quan
( 涌 泉 )yaitu titik No. 1 dari
Meridian Ginjal, dikoordinasi
disalurkan melalui tulang punggung dan diwujudkan melalui
seluruh anggota badan sampai keujung jari.
Dalam berlatih Shi san shi ( 十 三 势 ),pertama-tama dan penting
sekali kita melatih Peng, lu, ji, an ( 棚,捋,挤,按 ) maka berikut dibawah ini saya kutipkan sebuah syair mendorong tangan
atau Tui shou ( tidak diketahui siapa yang mengarang ) mengenai bagaimana
seharusnya kita berlatih Peng, lu, ji, an:
棚 捋 挤 按 须 认 真 - Peng lu ji an xu ren
zhen
Waktu melakukan Peng lu ji an haruslah betul2 teliti,
上 下 相 随 人 难 进 - Shang xia xiang sui ren
nan jin,
Atas dan bawah saling berkoordinasi maka lawan sulit menerobos,
任 他 巨 力 来 打 我 - Ren ta ju li lai da wo
Biarkan lawan menyerang saya dengan tenaga yang besar,
牵 动 四 两 拨 千 斤 - Qian dong si liang bo
qian jin
Gunakan tenaga empat ons menggerakan seribu 1000 pon.
引 进 落 空 合 即 击 - Yin jin luo kong he ji
ji.
Bawa lawan pada kekosongan dan segera lepaskan/serang.
粘 连 黏 随 不 丢 顶 - Zhan lian nian sui bu
diu ding
Menempel terus menerus melekat dan mengikuti tanpa terlepas.
Selanjutnya untuk melengkapi uraian diatas dibawah ini saya akan mencoba
untuk menguraikan apa yang disebut Mao shun li liang ( 茅 顺 力 量 )
***
茅 顺 力 量
Mao Shun Li Liang
Mao shun li liang ini dapat diartikan sebagai tenaga yang tak mungkin.
Untuk dapat memahami dan mewujudkan Mao shun li liang, pertama-tama pada saat
bersentuhan dengan lawan kita harus mengangap diri kita sebagai air. Air adalah
unsur Alam yang paling flexible. Bila menemui hambatan maka air tidaklah
memaksa menerobos melainkan meliuk dan merembes ketempat dimana dapat
dilaluinya.
Faktor pikiran adalah yang paling utama dan sesuai bagi yang mendalami
Tai ji quan, Yong yi bu yong li ( 用 意 不 用 力 ),pakailah pikiran dan jangan
gunakan tenaga kasar. Dengan pikiran yang tenang maka tubuh menjadi relax atau
Song ( 松 ), begitu juga sebaliknya
tubuh yang relax dapat memudahkan pikiran menjadi tenang dan pandanganpun
menjadi jernih, perasaan juga menjadi lebih peka ( 听 劲 ).
Setelah perasaan menjadi peka maka kita dapat merasakan dan mengerti
setiap perubahan tenaga lawan, ringan, qing ( 轻 ),berat ( 重 ),mengambang, fu ( 浮 ),atau tenggelam, chen
( 沉 ) serta rembasan2 tenaga
lawan.
Setelah dapat mengerti dan merasakan tenaga lawan tersebut maka kita
meresponnya dengan ringan dan sesuai sifat air yaitu tidak ada pemaksaan
tenaga. Ini sesuai dengan perinsip Zhan lian nian sui, 粘 连 黏 随,begitu menyentuh
langsung secara berantai melekat dan mengikuti gerak lawan tanpa dapat dikuasai
lawan dan juga janganlah berusaha “memaksakan” tekanan2 terhadap lawan. Setiap
ada tekanan tenaga atau rembesan2 tenaga lawan maka kita atasi dengan piao
miao, 飘 缈, atau hua ( 化 ) yaitu menghancurkan
tenaga lawan dengan memperhatikan kosong isi dan perubahan-perubahannya. Sambil
mengikuti gerak/perubahan lawan mencari kesempatan untuk menyerang, Sui ji ying
bian ( 随 机 应 变 )。
Bila semua uraian diatas dapat kita laksanakan dengan baik maka apa yang
disebut Tenaga Yang Tak Mungkin dapat terwujud atau dapat juga kita sebut
sebagai Mou Xuan Li Liang, (谋 玄 力 量 ) , Tenaga Yang
Misterius.
Bagi yang baru belajar Tai ji tui shou, tentu bertanya-tanya apakah yang
dimaksud dengan Piao miao ( 飘 缈 ) ?
Dibawah ini saya kutipkan sebuah syair mengenai piao miao yang ditulis
oleh Chen Zhang Xing Shifu ( 陈 长 兴 师 傅 ) 1771 – 1853 ):
化 而 变 Hua er bian
变 而 通 Bian er tong
通 而 灵 Tong er ling
灵 而 虚 Ling er xu
化 而 虚 空 Hua er xu kong
空 而 飘 缈 Kong er piao miao.
Mengenal perubahan barulah tahu rupanya,
Mengenal rupanya barulah tahu tujuannya,
Mengenal tujuannya barulah tahu kecerdikannya,
Mengenal kecerdikannya barulah mengenal kekosongannya/kelemahannya.
Perubahan adalah kekosongan,
Kekosongan adalah Piao miao.
Apakah arti syair diatas ? Marilah kita renungkan dan memahaminya.
Depok, 11 Mei 2008
陈 汉 昌 。
Langganan:
Postingan (Atom)